Tugas Makalah NAIRU (Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
NAIRU merupakan konsep yang
dipopulerkan oleh ekonom Selandia Baru bernama Phillips yang memantau korelasi
negatif antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi yang diukur dari
pertumbuhan tahunan dari upah tenaga kerja secara nominal. Konsep ini sendiri
sudah dipantau sebelumnya oleh penggagas teori uang dari AS yang bernama Irving
Fisher yang melihat adanya trade-off antara inflasi dan pengangguran.
Terdapat suatu titik optimum (NAIRU) yang
mentoleransi adanya pengangguran dan inflasi, yang bila dilanggar akan
berakibat pada kacaunya perekonomian. Upaya menurunkan angka pengangguran dari
titik yang disepakati secara sosial akan berakibat pada meningkatnya inflasi.
Korelasi negatif ini lah yang dipatenkan oleh Phillips lewat kurvanya yang
tenar disebut Phillips Curve: pengangguran (unemployment) berkorelasi negatif
dengan inflasi. Turunnya angka pengangguran akan menimbulkan inflasi. Laju
perekonomian yang meningkat akan mengurangi pengangguran tapi akan menimbulkan
inflasi.Anda menemukan yang anda cari? jika iya, Bantu kami, KLIK salah satu iklan yang ada di blog ini
Dua indikator kinerja perekonomian yang terus menerus diamati
adalah inflasi dan pengangguran. Bagaimana kedua ukuran kinerja perekonomian
ini dapat saling berkaitan? Kita melihat bahwa tingkat pengangguran alamiah
bergantung pada berbagai ciri pasar tenaga kerja, seperti peraturan upah
minimum, kekuasaan pasar serikat pekerja, peranan upah efisiensi dan seberapa
efektifnya proses pencarian kerja. Sebaliknya tingkat inflasi terutama sekali
bergantung pada jumlah uang yang beredar yang dikendalikan oleh bank sentral,
oleh sebab itu, pada jangka panjang, inflasi dan pengangguran secara garis
besar bukanlah dua masalah yang saling berkaitan.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal dapat menggeser kurva permintaan agregat. Oleh sebab itu,
kebijakan moneter dan fiskal dapat memindahkan perekonomian sepanjang kurva
phillips. Kenaikan jumlah uang yang beredar, peningkatan pengeluaran pemerintah
atau pemotongan pajak meningkatkan permintaan agregat dan memindahkan perekonomian
ke suatu titik pada kurva phillips dengan tingkat pengangguran yang lebih
rendah dan inflasi yang lebih tinggi. Dan begitu juga sebaliknya. Dengan
pemahaman ini kurva phillips menawarkan pilihan-pilihan kombinasi antara
inflasi dan penangguran kepada para pembuat kebijakan (Mankiw, 2006:364).
Inilah yang menjadi faktor pentingnya kita membahas
mengenai NAIRU karena hal ini sangat penting dan berdampak dalam sebuah negara.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan
beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :
1.
Pengertian dari NAIRU??
2.
Jelaskan antara hubungan antara inflasi dan
pengangguran?
3.
Jelaskan mengapa inflasi dianggap sebagai
perusak perekonomian?
4.
Apa penyebab terjadinya NAIRU??
5.
Apa dampak yang ditimbulkan??
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk memahami dan
mempelajari definisi NAIRU.
2. Untuk mempelajari
dan memahami tentang hubungan inflasi dan pengangguran.
3. INFLASI
atau PENGANGGURAN
4. Untuk mengetahui dan
mempelajari kebijakan apa saja yang mungkin diambil oleh pemerintah ketika hal
tersebut terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI NAIRU (nonaccelerating
inflation rate of unemployment)
NAIRU (nonaccelerating
inflation rate of unemployment) merpakan singkatan
percepatan laju inflasi non pengangguran, itu adalah tingkat optimal
pengangguran dan inflasi di bawah tingkat pengangguran yang jika perekonomian
turun di bawah tingkat yang ditetapkan ini perekonomian mengalami tekanan inflasi.
Hal ini berasal dari mengamati korelasi perubahan indeks harga konsumen dan
tingkat pengangguran dalam perekonomian,
NAIRU
merupakan konsep yang dipopulerkan oleh ekonom Selandia Baru bernama Phillips
yang memantau korelasi negatif antara tingkat pengangguran dengan tingkat
inflasi yang diukur dari pertumbuhan tahunan dari upah tenaga kerja secara
nominal. Konsep ini sendiri sudah dipantau sebelumnya oleh penggagas teori uang
dari AS yang bernama Irving Fisher yang melihat adanya trade-off antara inflasi
dan pengangguran.
Terdapat
suatu titik optimum (NAIRU) yang mentoleransi adanya pengangguran dan inflasi,
yang bila dilanggar akan berakibat pada kacaunya perekonomian. Upaya menurunkan
angka pengangguran dari titik yang disepakati secara sosial akan berakibat pada
meningkatnya inflasi. Korelasi negatif ini lah yang dipatenkan oleh Phillips
lewat kurvanya yang tenar disebut Phillips Curve: pengangguran (unemployment)
berkorelasi negatif dengan inflasi. Turunnya angka pengangguran akan
menimbulkan inflasi. Laju perekonomian yang meningkat akan mengurangi
pengangguran tapi akan menimbulkan inflasi.
B.
STAGFLASI DAN NAIRU
Stagflasi, dalam makroekonomi, adalah periode
ketika inflasi dan konstraksi (yaitu, menurunnya pertumbuhan ekonomi dan
meningkatnya pengangguran, yang sering terjadi pada masa resesi) terjadi secara
bersamaan. Istilah stagflasi pertama kali disebutkan oleh United Kingdom
Chancellor of the Exchequer Iain MacLeod dalam pidatonya di hadapan parlemen
pada tahun 1965. "Stag" berasal dari suku kata pertama
"Stagnasi", yang merujuk pada menurunnya kondisi ekonomi, sementara
"flasi" berasal dari suku kata kedua dan ketiga "inflasi",
yang merujuk pada naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi secara
terus menerus.
Kegagalan mazhab Keynesian menteorikan inflasi
membuka ruang berkibarnya mazhab monetarists. Mazhab ini hanya memusatkan pada
pertumbuhan uang yang beredar atau money supply untuk menjelaskan fenomena
inflasi. Pertumbuhan money supply sudah cukup menceritakan mengapa inflasi terjadi.
Kendati permintaan tidak cukup kuat pada kurun 1973 hingga 1977, inflasi bisa
tumbuh karena diedarkannya money supply dalam jumlah yang melebihi permintaan
uang atau money demand.
Setiap kali money supply melebihi money demand,
inflasi pasti muncul. Inflasi dicap sebagai fenomena moneter oleh Milton
Friedman dalam buku yang ditulisnya bersama Anna Jacobson Schwartz dengan judul
Monetary History of the United States, yang kemudian menjadi kondang di
kalangan akademisi. Mazhab ini tidak memedulikan masalah pengangguran dan hanya
memusatkan pada inflasi yang dipandang sebagai akibat dari keteledoran bank
sentral. Tugas bank sentral hanya mengendalikan laju peredaran uang dan jangan
sekali-kali membiarkan pemerintah menggunakan kebijakan fiskalnya untuk
merangsang perekonomian.
Penggunaan kebijakan fiskal dan moneter yang
ekspansive (expansionary fiscal and monetary policies) hanya akan menyebabkan
berlebihnya money supply atau excess money supply (dibandingkan dengan money
demand-nya), sehingga terjadilah inflasi. Ilmu andalannya disebut hukum Walras
(Walras’ Law) yang berbunyi excess yang terjadi di sektor moneter akan seketika
menimbulkan excess di sektor riil. Excess money supply di sektor moneter
bermakna excess demand atau kelebihan permintaan di sektor riil yang
menimbulkan inflasi.
1.
Pilihan Pahit: Inflasi
Atau Pengangguran
Kontroversi
tak berkesudahan pun membara di kalangan ekonom yang berhaluan Monetarist
maupun Keynesian. Kedua kubu memeragakan kepiawaian mereka masing-masing dengan
menampilkan model-model ekonometrika yang tampak kian rumit dan abstrak
sehingga terkesan sahih dan canggih. Masing-masing memeragakan kepedulian
mereka pada rakyat kebanyakan. Kubu Keynesian menampilkan kepedulian mereka
pada para penganggur, sementara kubu Monetarist mempersalahkan kubu Keynesian
atas munculnya inflasi.
Perang
argumentasi menjadi terpolarisasi antara mana yang lebih penting antara
pengangguran dengan inflasi. Upaya kubu Keynesian untuk menciptakan lapangan
kerja bagi para penganggur lewat intervensi kebijakan fiskal dan moneter
dianggap oleh kubu Monetarist sebagai langkah yang bukan hanya sia-sia tapi
juga berbahaya karena akan berakibat pada meningkatnya inflasi.
Samuelson
dan Nordhaus menjelaskan bahwa cara yang baik dalam menyajikan proses inflasi
dikembangkan oleh ahli ekonomi A.W. Philips, yang mengukur penentu inflasi upah.
Setelah melakukan studi terhadap data pada pengangguran dan upah di Inggris
Philips menemukan hubungan kebalikan antara pengangguran dan perubahan upah
uang. Ia menemukan bahwa upah cenderung akan naik ketika pengangguran rendah dan
juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena pekerja tidak menekan kenaikan upah
saat pilihan akan pekerjaan yang hanya sedikit dan perusahaan tidak akan
menaikkan upah saat keuntungan rendah. Kurva Philips berguna untuk menganalisa
gerakan jangka pendek pengangguran dan inflasi. Bagian penting dari aritmatikan
inflasi terdapat pada kurva ini. Kurva jangka pendek Philips cenderung bergeser
terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila
pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran dibawah NAIRU (Nonaccelerating
Inflation Rate of Unemployment) untuk jangka panjang, inflasi akan cenderung
naik. Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat
pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko inflasi. Hal ini mewakili
tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja dan produk pasar berada
dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada
pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Philips jangka
panjang adalah vertikal.
2. Stagflasi di luar Skenario Para Ekonom
Doktrin
ini membuat kubu Keynesian meninggalkan komitmen mereka pada full employment.
Mereka memodifikasi pengertian full employment dengan memunculkan konsep
pengangguran alamiah (natural unemployment). Kalau yang menganggur cuma 5% atau
5.5%, hal itu adalah wajar, perekonomian sudah bisa dibilang berada pada posisi
ekuilibrium. Kubu ini pun menerima konsekuensinya berupa adanya trade- off
antara pengangguran dengan inflasi: inflasi yang rendah berarti angka penganggurannya
meningkat; demikian sebaliknya.
Fakta
kerap tidak selaras dengan teori. Tatkala pengangguran meningkat, inflasi
ternyata bisa pula meroket. Ini lah stagflasi yang telah menjadi catatan
sejarah dan segera akan mengukir prestasi lagi setelah harga minyak per barrel
melewati angka US$90 dan tengah dalam perjalanan menuju ke US$100 pada saat
stagnasi global mulai menampakkan dirinya.
C.
DASAR TEORI KURVA PHILLIPS
Tujuan utama
dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai penyebab
terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah pengangguran.
Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu menciptakan
stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja.
Di pasar tenaga
kerja, penurunan tingkat upah akan menyebabkan meningkatkan pengangguran karena
adanya kelebihan penawaran tenaga kerja. Sebaliknya, tingkat upah akan naik
jika terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja atau jumlah pengangguran
meningkat dan jumlah pencarian kerja bertambah, maka tingkat upah akan turun.
Demikian pula tenaga kerja akan meningkat.
Kurva Phillips
menggambarkan ciri perhubungan diantara tingkat kenaikan upah dengan tingkat
pengangguran, atau di antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran. Nama
kurva tersebut diambil dari orang yang mula-mula sekali membuat studi dalam
aspek tersebut. Dalam tahun 1958 A.W. Phillips, yang pada waktu itu menjadi
Profesor di London School of Economics, menerbitkan satu studi mengenai
ciri-ciri perubahan tingkat upah di Inggris. Studi tersebut meneliti sifat
hubungan diantara tingkat pengangguran dan kenaikan tingkat upah. Kesimpulan
dari studi tersebut adalah : terdapat suatu sifat hubungan yang negatif
(berbalikan) diantara kenaikan tingkat upah dengan tingkat pengangguran. Pada
ketika tingkat pengangguran tinggi, persentasi kenaikan tingkat upah adalah
rendah dan apabila tingkat pengangguran rendah, persentasi kenaikan tingkat
upah adalah tinggi.
Pasar tenaga kerja didasarkan atas
dua asumsi sebagai berikut :
a) Penawaran dan permintaan tenaga kerja
akan menentukan tingkat upah.
b) Perubahan tingkat upah ditentukan oleh
besarnya kelebihan permintaan tenaga kerja yang disebut Excess Demand.
1.
Kurva
Phillips Jangka Panjang
Pada awal
analisis kurva Phillips dijelaskan bahwa terdapat trade off antara inflasi dan
pengangguran, yaitu kenaikan tingkat inflasi akan diikuti dengan penurunan
tingkat pengangguran. Namun kenyataannya di AS selama periode tertentu
menunjukkan bahwa kenaikan tingkat inflasi diikuti oleh kenaikan tingkat
pengangguran. Jadi berarti tidak terdapat trade off . Pergeseran kurva
Phillips pertama kali terjadi pada awal tahun 1976 dan kemudian terjadi lagi
pada periode tahun 1973-1975 sebagian dampak embargo minyak Arab terhadap
Negara-negara industri yang berpihak pada Israel dalam perang Timur Tengah.
Banyak industri mengalami kebangkrutan karena dilanda resesi ekonomi dunia yang
sangat parah. Pergeseran kurva Phillips berakhir pada periode tahunan
1979-1982. selama kurun waktu tersebut terjadi kenaikan pengangguran dengan
bentuk pergeseran kurva Phillips yang berbeda-beda.
Pergeseran Kurva
Phillips dapat dijelaskan melali beberapa tahapan berikut ;
Pada periode awal, pengangguran
berada pada tingkat normal, tidak terdapat permintaan atau penawaran yang
mencolok, selanjutnya pada periode kedua peningkatan yang cepat pada output
selama ekspansi ekonomi menurunkan tingkat pengangguran. Seiring menurunnya
pengangguran, perusahaan cenderung merekrut pekerja lebih banyak lagi,
memberikan peningkatan upah yang lebih besar dari biasanya. Saat output
melebihi potensinya, utilitas kapasitas meningkat dan penggelembungan dana
meningkat, upah dan harga mulai naik. Pada periode ketiga, dengan naiknya
inflasi maka perusahaan dan pekerja akan
mengharapkan inflasi yang lebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih
tinggi tampak dalam keputusan upah dan harga. Tingkat ekspektasi inflasi lalu
meningkat. Tingkat ekspektasi inflasi meningkat diatas kurva phillip awal yang
menunjukkan tingkat ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.
2.
Hubungan antara inflasi dan pengangguran dalam kurva
Phillips
Dalam
ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan
spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi
barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata
uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat
perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan
untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi,
dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator
(http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi).
Menurut
J.M Keyness, hubungan antara variavel moneter dengan variabel ekonomi riil
sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh
mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu.
Model Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan
permintaan tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah
kelebihan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat
pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa
tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran
sekarang (Manurung,2009:223).
Dari definisi ini,
ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi
inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a. Kenaikan harga
b. Bersifat umum
c. Berlangsung terus menerus
Sedangkan
pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara
lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh
angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau
yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja
yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan
jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah
penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan
atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah
penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia
menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia
termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu
(Kuncoro,2006:228).
Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya
GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana
pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan
oleh banyak orang Pada tahun 1958, pada
dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran
mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat
antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya
ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk
periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan
tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas
biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga
kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips
yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
(Reksoprayitno,2000:190).
D.
NAIRU
DAN
DINAMIKA INFLASI
Kurva Phillips
menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek,
penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva Phillips
jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan
faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga
pengangguran di bawah NAIRU – the nonaccelerating inflation rate of
unemployment - , inflasi akan cenderung naik.
Teori inflasi
modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang
dapat dinikmati tanpa resiko kenaikan inflasi. Hal ini mewakili tingkat
pengangguran dari sumber daya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam
keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen
antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Phillips jangka panjang adalah
vertikal.
E.
INFLASI SEBAGAI PERUSAK EREKONOMIAN
Inflasi merupakan
masalah ekonomi yang dominan di samping masalah pengangguran yang sudah sejak
lama dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia. Sejarah menunjukkan bahwa salah
satu negara yang ditandai dengan kenaikan harga secara cepat adalah adalah
Jerman yang mengalami “hyper-inflation” pada awal tahun 1920-an di mana laju
inflasi mencapai beberapa ratus persen per tahunnya (Iswardono,1996:213).
Inflasi senantiasa
merupakan ‘hantu’ yang mencekam perekonomian. Inflasi adalah kenaikan harga
yang berlangsung secara terus menerus. Kenaikan harga yang berlangsung sekali
atau dua kali saja, lalu reda kembali bukan inflasi namanya. Kenaikan harga
insedental seperti ini sering kita jumpai, misalnya menjelang datangnya bulan
Ramadhan atau Idul Fitri. Menjelang saat istimewa seperti itu, permintaan orang
akan barang dan jasa meningkat. Oleh karenanya supply tidak dapat menyusul
demand sehingga menyebabkan kenaikan harga. Nanti sesudah lebaran, permintaan
masyarakat turun lagi ke tingkat normal dan hargapun turun pula. Hal ini bukan
disebut sebagai inflasi (Rosyidi,2005:131).
Inflasi terjadi ketika
tingkat harga umum naik. Tingkat inflasi adalah persentase perubahan pada
indeks harga dari satu periode ke periode berikutnya. Indeks harga pokok adalah
indeks harga konsumen (CPI) dan GDP Deflator. Seperti penyakit, inflasi bersal
dari banyak sebab. Terkadang, inflasi yang melambung menyebabkan harga naik
sebesar 50 atau 100 persen bahkan sampai 200 persen setiap tahunnya. Inflasi
berlebihan ketika mencetak uang untuk menekan mata uang dan harga mulai naik
setiap bulan.
Inflasi mempengaruhi
perekonomian melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan dan melalui
ketidakefisienan. Inflasi yang tidak terantisipasi sering menguntungkan
debitur, pencari keuntungan dan spekulan yang siap menerima resiko. Hal
tersebut merugikan kreditur, kelas pendapatan tetap dan menakuti investor.
Inflasi menimbulkan penyimpangan pada harga relatif, tarif pajak, dan tingkat
bunga nyata. Orang-orang lebih sering pergi ke bank, pajak naik perlahan, dan
ukuran pendapatan mungkin akan terdistorsi atau terganggu. Dan ketika bank
sentral mengambil langkah untuk menurunkan inflasi, biaya nyata untuk
menurunkan output dan ketenagakerjaan bisa menjadi begitu besar.
Inflasi juga menimbulkan
sejumlah efek bencana lain, yaitu mendistorsi dasar perekonomian diantaranya
kalkulasi bisnis. Karena harga-harga tidak berubah secara serentak, hal ini
menyulitkan bisnis dalam membedakan mana perubahan yang sementara dan langgeng,
akan sulit bagi bisnis untuk mengukur permintaan sejati konsumen ataupun biaya
operasional sejati mereka (Syahdan,2007:49).
Setiap saat,
perekonomian memiliki tingkat inflasi inertial atau tingkat inflasi yang
diharapkan. Inilah tingkatan dimana orang-orang mulai mengantisipasi dan
mempertimbangkannya dalam kontrak kerja dan perjanjian lainnya. Tingkat inflasi
inertial merupakan keseimbangan jangka pendek dan bertahan sampai terjadi
goncangan ekonomi.
Pada kenyataannya,
perekonomian terus mengalami goncangan harga. Goncangan terberat yang
menjauhkan inflasi dari tingkat inertial adalah tarikan permintaan dan dorongan
biaya. Inflasi tarikan permintaan berasal dari pengeluaran yang berlebihan
untuk belanja barang, menyebabkan kurva permintaan keseluruhan bergeser ke
kanan atas. Upah dan harga kemudian naik di pasaran. Inflasi dorongan biaya
adalah fenomena baru pada perekonomian industri modern dan terjadi ketika biaya
produksi naik walau pada masa tingginya pengangguran dan kapasitas tidak
terpakai.
Kurva Phillips
menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek,
penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva jangka
Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan
dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga
pengangguran di bawah NAIRU, inflasi akan cenderung naik.
Teori inflasi modern
berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat
dinikmati tanpa resiko kenaikan inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran
dari sumber daya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keseimbangan
inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara
pengangguran dan inflasi, dan kurva Phillips jangka panjang adalah
vertikal (Samuelson dan Nordhaus,2004:407
F.
KEBIJAKAN
EKONOMI
(Vibiznews
– Economy) - Perubahan drastis pun terjadi dalam khazanah ilmu ekonomi. Para
ekonom kini menyepakati bahwa perekonomian tidak mungkin lagi terbebas sama
sekali dari inflasi maupun pengangguran. Perekonomian didefinisikan ulang
sebagai bisa disebut dalam kondisi ekulibrium sekali pun ada disekuilibrium di
pasar tenaga kerja (excess supply of labor) karena angka pengangguran (excess
supply of labor) di bawah 5.5% (atau berapa pun yang disepakati sebagai NAIRU) disebut
alamiah.
Diskusi
dipandang ilmiah bila membahas trade-offs: more employment & less inflation
atau sebaliknya. Pilihan serba pahit ini (unpalatable policy options) diberi
predikat hukum alam yang kekal atau the immutable natural law, laksana hukum di
ilmu fisika. Kita harus mentoleransi salah satu bencana atau mengalami
keduanya: pengangguran dan inflasi. Para pembuat kebijakan bertugas untuk
mempertahankan pilihan yang buruk (inflasi ATAU pengangguran) dibandingkan
dengan yang lebih buruk: inflasi DAN pengangguran. Ini merupakan pilihan the
bad against the worst, sebuah ironi yang kerap luput dari pengamatan awam yang
ingin disebut terpelajar.
1. The-Bad-Against-The-Worst Policy
Dalam
konsep pilihan serba salah ini, para pembuat keputusan memiliki ruang untuk
mengutak-atik kebijakan (fine-tune), bila perekonomian terlalu panas atau
terlalu dingin. Perekonomian yang bertumbuh terlalu cepat (di atas trend
normalnya) akan kepanasan (too hot) yang dicirikan oleh meningkatnya inflasi.
Perekonomian yang bertumbuh terlalu lambat (di bawah trend normal-nya) akan
kedinginan (too cold) sehingga berakibat meningkatnya pengangguran.
Dalam
kubu ini, para pembuat kebijakan punya keleluasaan untuk mengembalikan
perekonomian ke suhu yang pas (tidak kepanasan maupun kedinginan) yang mashur
dikenal sebagai the goldilocks economy. Kubu ini mengembangkan pelbagai model
ekonometrika (menggabungkan matematika dengan statistika) yang canggih dan
mutakhir untuk merekayasa perekonomian dengan melakukan fine-tuning untuk
menyetel suhu perekonomian.
2. Kontroversi Ideologi
Konsep
trade-off ini rontok di era tahun 1970-an tatkala kurva Phillips menggambarkan
meningkatnya pengangguran tatkala inflasi meningkat. Para akademisi geger dan
saling sanggah dan saling menyalahkan. Kubu Monetarist menyalahkan para
Keynesians yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya inflasi. Mereka kurang
memedulikan nasib para penganggur yang dianggapnya sebagai konsekuensi hukum
alam untuk mencapai tingkat harga yang stabil.
Kubu
Keynesian, yang biasanya duduk di pemerintahan, sangat memedulikan pengangguran
dan percaya bahwa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan akan
menciptakan lapangan pekerjaan bagi para penganggur. Inflasi dipandangnya
sebagai konsekuensi wajar dalam konteks trade-off ini.
Pertentangan
kedua kubu ini masih berlangsung sengit tanpa berkesudahan hingga kini dan
menjadi pertentangan ideologis. Muncul ekonom-ekonom muda dari kedua mazhab
dengan pemikiran yang lebih radikal dan lebih susah dikunyah dengan logika
awam. Kubu Keynesian diwakili oleh Neo Keynesians, sementara kubu Monetarist
dimotori oleh mazhab rational expectations yang asumsi-asumsi-nya lebih aduhai
alotnya untuk ditelan, bahkan oleh para pemrakarsanya sendiri di Chicago, AS.
3. Tanggung Jawab Para Ekonom
Sementara
para akademisi sibuk bertengkar, perekonomian global tengah mempersiapkan
atraksi stagflasi untuk menyudahi perdebatan antar-ekonom. Ancaman stagnasi
global mulai nampak dengan redupnya perekonomian AS. Pada saat bersamaan, harga
minyak per barrel terus merambat naik ke arah $100. Gerakan ini akan
mendongkrak harga-harga barang dan jasa ke atas. Ancaman inflasi datang
berbarengan dengan ancaman stagnasi, memunculkan kecemasan akan stagflasi
global.
Alih-alih
meredam salah satu bencana –inflasi atau pengangguran--, kedua masalah ini
muncul berpadu, menambah nestapi kehidupan. Para ekonom turut bertanggung jawab
dan tidak bisa cuci tangan. Tugas mereka adalah mengenyahkan pengangguran dan
inflasi, bukan mentoleransi salah satunya dengan argumentasi untuk memilih the
bad against the worst. Kini kedua penyakit ini akan segera tampil bersama tanpa
memedulikan teori para ekonom yang mungkin perlu direvisi total.
BAB III
PENUTUP
1.
NAIRU (nonaccelerating
inflation rate of unemployment) merpakan singkatan
percepatan laju inflasi non pengangguran, itu adalah tingkat optimal
pengangguran dan inflasi di bawah tingkat pengangguran yang jika perekonomian
turun di bawah tingkat yang ditetapkan ini perekonomian mengalami tekanan
inflasi. Hal ini berasal dari mengamati korelasi perubahan indeks harga
konsumen dan tingkat pengangguran dalam perekonomian,
2.
Stagflasi,
dalam makroekonomi, adalah periode ketika inflasi dan konstraksi (yaitu,
menurunnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran, yang sering
terjadi pada masa resesi) terjadi secara bersamaan.
3.
Tujuan utama dari
kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai
penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah
pengangguran. Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya,
yaitu menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan
kesempatan kerja.
4.
Teori inflasi modern berpijak pada konsep
NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko
inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja
dan produk pasar berada dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori
NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva
Philips jangka panjang adalah vertikal.
5.
Kurva Phillips menunjukkan hubungan antara
inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat
berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva jangka Phillips jangka pendek
cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah.
Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU,
inflasi akan cenderung naik.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.steve-susanto.com
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran).
Gartner
M. (2003) Makroekonomi, penerbit Prentice-Hall,
London
No comments:
Post a Comment