Wednesday, 17 April 2013

Tugas Makalah Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment (NAIRU)

Tugas Makalah NAIRU (Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment)



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
NAIRU merupakan konsep yang dipopulerkan oleh ekonom Selandia Baru bernama Phillips yang memantau korelasi negatif antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi yang diukur dari pertumbuhan tahunan dari upah tenaga kerja secara nominal. Konsep ini sendiri sudah dipantau sebelumnya oleh penggagas teori uang dari AS yang bernama Irving Fisher yang melihat adanya trade-off antara inflasi dan pengangguran.
Terdapat suatu titik optimum (NAIRU) yang mentoleransi adanya pengangguran dan inflasi, yang bila dilanggar akan berakibat pada kacaunya perekonomian. Upaya menurunkan angka pengangguran dari titik yang disepakati secara sosial akan berakibat pada meningkatnya inflasi. Korelasi negatif ini lah yang dipatenkan oleh Phillips lewat kurvanya yang tenar disebut Phillips Curve: pengangguran (unemployment) berkorelasi negatif dengan inflasi. Turunnya angka pengangguran akan menimbulkan inflasi. Laju
perekonomian yang meningkat akan mengurangi pengangguran tapi akan menimbulkan inflasi.
Anda menemukan yang anda cari? jika iya, Bantu kami, KLIK salah satu iklan yang ada di blog ini
Dua indikator kinerja perekonomian yang terus menerus diamati adalah inflasi dan pengangguran. Bagaimana kedua ukuran kinerja perekonomian ini dapat saling berkaitan? Kita melihat bahwa tingkat pengangguran alamiah bergantung pada berbagai ciri pasar tenaga kerja, seperti peraturan upah minimum, kekuasaan pasar serikat pekerja, peranan upah efisiensi dan seberapa efektifnya proses pencarian kerja. Sebaliknya tingkat inflasi terutama sekali bergantung pada jumlah uang yang beredar yang dikendalikan oleh bank sentral, oleh sebab itu, pada jangka panjang, inflasi dan pengangguran secara garis besar bukanlah dua masalah yang saling berkaitan.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dapat menggeser kurva permintaan agregat. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dan fiskal dapat memindahkan perekonomian sepanjang kurva phillips. Kenaikan jumlah uang yang beredar, peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak meningkatkan permintaan agregat dan memindahkan perekonomian ke suatu titik pada kurva phillips dengan tingkat pengangguran yang lebih rendah dan inflasi yang lebih tinggi. Dan begitu juga sebaliknya. Dengan pemahaman ini kurva phillips menawarkan pilihan-pilihan kombinasi antara inflasi dan penangguran kepada para pembuat kebijakan (Mankiw, 2006:364).
Inilah yang menjadi faktor pentingnya kita membahas mengenai NAIRU karena hal ini sangat penting dan berdampak dalam sebuah negara.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah. Sebagai berikut :
1.      Pengertian dari NAIRU??
2.      Jelaskan antara hubungan antara inflasi dan pengangguran?
3.      Jelaskan mengapa inflasi dianggap sebagai perusak perekonomian?
4.      Apa penyebab terjadinya NAIRU??
5.      Apa dampak yang ditimbulkan??

C.   TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk memahami dan mempelajari definisi NAIRU.
2.      Untuk mempelajari dan memahami tentang hubungan inflasi dan pengangguran.
3.      INFLASI atau PENGANGGURAN
4.      Untuk mengetahui dan mempelajari kebijakan apa saja yang mungkin diambil oleh pemerintah ketika hal tersebut terjadi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFENISI NAIRU (nonaccelerating inflation rate of unemployment)
NAIRU (nonaccelerating inflation rate of unemployment) merpakan singkatan percepatan laju inflasi non pengangguran, itu adalah tingkat optimal pengangguran dan inflasi di bawah tingkat pengangguran yang jika perekonomian turun di bawah tingkat yang ditetapkan ini perekonomian mengalami tekanan inflasi. Hal ini berasal dari mengamati korelasi perubahan indeks harga konsumen dan tingkat pengangguran dalam perekonomian,
NAIRU merupakan konsep yang dipopulerkan oleh ekonom Selandia Baru bernama Phillips yang memantau korelasi negatif antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi yang diukur dari pertumbuhan tahunan dari upah tenaga kerja secara nominal. Konsep ini sendiri sudah dipantau sebelumnya oleh penggagas teori uang dari AS yang bernama Irving Fisher yang melihat adanya trade-off antara inflasi dan pengangguran.
Terdapat suatu titik optimum (NAIRU) yang mentoleransi adanya pengangguran dan inflasi, yang bila dilanggar akan berakibat pada kacaunya perekonomian. Upaya menurunkan angka pengangguran dari titik yang disepakati secara sosial akan berakibat pada meningkatnya inflasi. Korelasi negatif ini lah yang dipatenkan oleh Phillips lewat kurvanya yang tenar disebut Phillips Curve: pengangguran (unemployment) berkorelasi negatif dengan inflasi. Turunnya angka pengangguran akan menimbulkan inflasi. Laju perekonomian yang meningkat akan mengurangi pengangguran tapi akan menimbulkan inflasi.

B.     STAGFLASI DAN NAIRU
Stagflasi, dalam makroekonomi, adalah periode ketika inflasi dan konstraksi (yaitu, menurunnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran, yang sering terjadi pada masa resesi) terjadi secara bersamaan. Istilah stagflasi pertama kali disebutkan oleh United Kingdom Chancellor of the Exchequer Iain MacLeod dalam pidatonya di hadapan parlemen pada tahun 1965. "Stag" berasal dari suku kata pertama "Stagnasi", yang merujuk pada menurunnya kondisi ekonomi, sementara "flasi" berasal dari suku kata kedua dan ketiga "inflasi", yang merujuk pada naiknya harga barang-barang secara umum dan terjadi secara terus menerus.
Kegagalan mazhab Keynesian menteorikan inflasi membuka ruang berkibarnya mazhab monetarists. Mazhab ini hanya memusatkan pada pertumbuhan uang yang beredar atau money supply untuk menjelaskan fenomena inflasi. Pertumbuhan money supply sudah cukup menceritakan mengapa inflasi terjadi. Kendati permintaan tidak cukup kuat pada kurun 1973 hingga 1977, inflasi bisa tumbuh karena diedarkannya money supply dalam jumlah yang melebihi permintaan uang atau money demand.
Setiap kali money supply melebihi money demand, inflasi pasti muncul. Inflasi dicap sebagai fenomena moneter oleh Milton Friedman dalam buku yang ditulisnya bersama Anna Jacobson Schwartz dengan judul Monetary History of the United States, yang kemudian menjadi kondang di kalangan akademisi. Mazhab ini tidak memedulikan masalah pengangguran dan hanya memusatkan pada inflasi yang dipandang sebagai akibat dari keteledoran bank sentral. Tugas bank sentral hanya mengendalikan laju peredaran uang dan jangan sekali-kali membiarkan pemerintah menggunakan kebijakan fiskalnya untuk merangsang perekonomian.
Penggunaan kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansive (expansionary fiscal and monetary policies) hanya akan menyebabkan berlebihnya money supply atau excess money supply (dibandingkan dengan money demand-nya), sehingga terjadilah inflasi. Ilmu andalannya disebut hukum Walras (Walras’ Law) yang berbunyi excess yang terjadi di sektor moneter akan seketika menimbulkan excess di sektor riil. Excess money supply di sektor moneter bermakna excess demand atau kelebihan permintaan di sektor riil yang menimbulkan inflasi.

1.      Pilihan Pahit: Inflasi Atau Pengangguran

Kontroversi tak berkesudahan pun membara di kalangan ekonom yang berhaluan Monetarist maupun Keynesian. Kedua kubu memeragakan kepiawaian mereka masing-masing dengan menampilkan model-model ekonometrika yang tampak kian rumit dan abstrak sehingga terkesan sahih dan canggih. Masing-masing memeragakan kepedulian mereka pada rakyat kebanyakan. Kubu Keynesian menampilkan kepedulian mereka pada para penganggur, sementara kubu Monetarist mempersalahkan kubu Keynesian atas munculnya inflasi.
Perang argumentasi menjadi terpolarisasi antara mana yang lebih penting antara pengangguran dengan inflasi. Upaya kubu Keynesian untuk menciptakan lapangan kerja bagi para penganggur lewat intervensi kebijakan fiskal dan moneter dianggap oleh kubu Monetarist sebagai langkah yang bukan hanya sia-sia tapi juga berbahaya karena akan berakibat pada meningkatnya inflasi.
Samuelson dan Nordhaus menjelaskan bahwa cara yang baik dalam menyajikan proses inflasi dikembangkan oleh ahli ekonomi A.W. Philips, yang mengukur penentu inflasi upah. Setelah melakukan studi terhadap data pada pengangguran dan upah di Inggris Philips menemukan hubungan kebalikan antara pengangguran dan perubahan upah uang. Ia menemukan bahwa upah cenderung akan naik ketika pengangguran rendah dan juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena pekerja tidak menekan kenaikan upah saat pilihan akan pekerjaan yang hanya sedikit dan perusahaan tidak akan menaikkan upah saat keuntungan rendah. Kurva Philips berguna untuk menganalisa gerakan jangka pendek pengangguran dan inflasi. Bagian penting dari aritmatikan inflasi terdapat pada kurva ini. Kurva jangka pendek Philips cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran dibawah NAIRU (Nonaccelerating Inflation Rate of Unemployment) untuk jangka panjang, inflasi akan cenderung naik. Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Philips jangka panjang adalah vertikal.
2.      Stagflasi di luar Skenario Para Ekonom
Doktrin ini membuat kubu Keynesian meninggalkan komitmen mereka pada full employment. Mereka memodifikasi pengertian full employment dengan memunculkan konsep pengangguran alamiah (natural unemployment). Kalau yang menganggur cuma 5% atau 5.5%, hal itu adalah wajar, perekonomian sudah bisa dibilang berada pada posisi ekuilibrium. Kubu ini pun menerima konsekuensinya berupa adanya trade- off antara pengangguran dengan inflasi: inflasi yang rendah berarti angka penganggurannya meningkat; demikian sebaliknya.
Fakta kerap tidak selaras dengan teori. Tatkala pengangguran meningkat, inflasi ternyata bisa pula meroket. Ini lah stagflasi yang telah menjadi catatan sejarah dan segera akan mengukir prestasi lagi setelah harga minyak per barrel melewati angka US$90 dan tengah dalam perjalanan menuju ke US$100 pada saat stagnasi global mulai menampakkan dirinya.

C.    DASAR TEORI KURVA PHILLIPS
Tujuan utama dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah pengangguran. Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja.
Di pasar tenaga kerja, penurunan tingkat upah akan menyebabkan meningkatkan pengangguran karena adanya kelebihan penawaran tenaga kerja. Sebaliknya, tingkat upah akan naik jika terjadi kelebihan permintaan tenaga kerja atau jumlah pengangguran meningkat dan jumlah pencarian kerja bertambah, maka tingkat upah akan turun. Demikian pula tenaga kerja akan meningkat.
Kurva Phillips menggambarkan ciri perhubungan diantara tingkat kenaikan upah dengan tingkat pengangguran, atau di antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran. Nama kurva tersebut diambil dari orang yang mula-mula sekali membuat studi dalam aspek tersebut. Dalam tahun 1958 A.W. Phillips, yang pada waktu itu menjadi Profesor di London School of Economics, menerbitkan satu studi mengenai ciri-ciri perubahan tingkat upah di Inggris. Studi tersebut meneliti sifat hubungan diantara tingkat pengangguran dan kenaikan tingkat upah. Kesimpulan dari studi tersebut adalah : terdapat suatu sifat hubungan yang negatif (berbalikan) diantara kenaikan tingkat upah dengan tingkat pengangguran. Pada ketika tingkat pengangguran tinggi, persentasi kenaikan tingkat upah adalah rendah dan apabila tingkat pengangguran rendah, persentasi kenaikan tingkat upah adalah tinggi.
Pasar tenaga kerja didasarkan atas dua asumsi sebagai berikut :
a)       Penawaran dan permintaan tenaga kerja akan menentukan tingkat upah.
b)       Perubahan tingkat upah ditentukan oleh besarnya kelebihan permintaan tenaga kerja yang disebut Excess Demand.

1.      Kurva Phillips Jangka Panjang
Pada awal analisis kurva Phillips dijelaskan bahwa terdapat trade off antara inflasi dan pengangguran, yaitu kenaikan tingkat inflasi akan diikuti dengan penurunan tingkat pengangguran. Namun kenyataannya di AS selama periode tertentu menunjukkan bahwa kenaikan tingkat inflasi diikuti oleh kenaikan tingkat pengangguran. Jadi berarti tidak terdapat trade off . Pergeseran kurva Phillips pertama kali terjadi pada awal tahun 1976 dan kemudian terjadi lagi pada periode tahun 1973-1975 sebagian dampak embargo minyak Arab terhadap Negara-negara industri yang berpihak pada Israel dalam perang Timur Tengah. Banyak industri mengalami kebangkrutan karena dilanda resesi ekonomi dunia yang sangat parah. Pergeseran kurva Phillips berakhir pada periode tahunan 1979-1982. selama kurun waktu tersebut terjadi kenaikan pengangguran dengan bentuk pergeseran kurva Phillips yang berbeda-beda.
Pergeseran Kurva Phillips dapat dijelaskan melali beberapa tahapan berikut ;
Pada periode awal, pengangguran berada pada tingkat normal, tidak terdapat permintaan atau penawaran yang mencolok, selanjutnya pada periode kedua peningkatan yang cepat pada output selama ekspansi ekonomi menurunkan tingkat pengangguran. Seiring menurunnya pengangguran, perusahaan cenderung merekrut pekerja lebih banyak lagi, memberikan peningkatan upah yang lebih besar dari biasanya. Saat output melebihi potensinya, utilitas kapasitas meningkat dan penggelembungan dana meningkat, upah dan harga mulai naik. Pada periode ketiga, dengan naiknya inflasi maka perusahaan dan pekerja akan  mengharapkan inflasi yang lebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih tinggi tampak dalam keputusan upah dan harga. Tingkat ekspektasi inflasi lalu meningkat. Tingkat ekspektasi inflasi meningkat diatas kurva phillip awal yang menunjukkan tingkat ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

2.      Hubungan antara inflasi dan pengangguran dalam kurva Phillips
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator (http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi).
Menurut J.M Keyness, hubungan antara variavel moneter dengan variabel ekonomi riil sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model Keynessian menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan penawaran tenaga kerja. Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh Kurva Phillips yang menyatakan bahwa tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat dijelaskan oleh tingkat pengangguran sekarang (Manurung,2009:223).
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a.       Kenaikan harga
b.      Bersifat umum
c.       Berlangsung terus menerus
Sedangkan pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang  Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi (Reksoprayitno,2000:190).

D.    NAIRU DAN DINAMIKA INFLASI
Kurva Phillips menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU – the nonaccelerating inflation rate of unemployment - , inflasi akan cenderung naik.
Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko kenaikan inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumber daya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Phillips jangka panjang adalah vertikal.

E.     INFLASI SEBAGAI PERUSAK EREKONOMIAN
Inflasi merupakan masalah ekonomi yang dominan di samping masalah pengangguran yang sudah sejak lama dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia. Sejarah menunjukkan bahwa salah satu negara yang ditandai dengan kenaikan harga secara cepat adalah adalah Jerman yang mengalami “hyper-inflation” pada awal tahun 1920-an di mana laju inflasi mencapai beberapa ratus persen per tahunnya (Iswardono,1996:213).
Inflasi senantiasa merupakan ‘hantu’ yang mencekam perekonomian. Inflasi adalah kenaikan harga yang berlangsung secara terus menerus. Kenaikan harga yang berlangsung sekali atau dua kali saja, lalu reda kembali bukan inflasi namanya. Kenaikan harga insedental seperti ini sering kita jumpai, misalnya menjelang datangnya bulan Ramadhan atau Idul Fitri. Menjelang saat istimewa seperti itu, permintaan orang akan barang dan jasa meningkat. Oleh karenanya supply tidak dapat menyusul demand sehingga menyebabkan kenaikan harga. Nanti sesudah lebaran, permintaan masyarakat turun lagi ke tingkat normal dan hargapun turun pula. Hal ini bukan disebut sebagai inflasi (Rosyidi,2005:131).
Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Tingkat inflasi adalah persentase perubahan pada indeks harga dari satu periode ke periode berikutnya. Indeks harga pokok adalah indeks harga konsumen (CPI) dan GDP Deflator. Seperti penyakit, inflasi bersal dari banyak sebab. Terkadang, inflasi yang melambung menyebabkan harga naik sebesar 50 atau 100 persen bahkan sampai 200 persen setiap tahunnya. Inflasi berlebihan ketika mencetak uang untuk menekan mata uang dan harga mulai naik setiap bulan.
Inflasi mempengaruhi perekonomian melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan dan melalui ketidakefisienan. Inflasi yang tidak terantisipasi sering menguntungkan debitur, pencari keuntungan dan spekulan yang siap menerima resiko. Hal tersebut merugikan kreditur, kelas pendapatan tetap dan menakuti investor. Inflasi menimbulkan penyimpangan pada harga relatif, tarif pajak, dan tingkat bunga nyata. Orang-orang lebih sering pergi ke bank, pajak naik perlahan, dan ukuran pendapatan mungkin akan terdistorsi atau terganggu. Dan ketika bank sentral mengambil langkah untuk menurunkan inflasi, biaya nyata untuk menurunkan output dan ketenagakerjaan bisa menjadi begitu besar.
Inflasi juga menimbulkan sejumlah efek bencana lain, yaitu mendistorsi dasar perekonomian diantaranya kalkulasi bisnis. Karena harga-harga tidak berubah secara serentak, hal ini menyulitkan bisnis dalam membedakan mana perubahan yang sementara dan langgeng, akan sulit bagi bisnis untuk mengukur permintaan sejati konsumen ataupun biaya operasional sejati mereka (Syahdan,2007:49).
Setiap saat, perekonomian memiliki tingkat inflasi inertial atau tingkat inflasi yang diharapkan. Inilah tingkatan dimana orang-orang mulai mengantisipasi dan mempertimbangkannya dalam kontrak kerja dan perjanjian lainnya. Tingkat inflasi inertial merupakan keseimbangan jangka pendek dan bertahan sampai terjadi goncangan ekonomi.
Pada kenyataannya, perekonomian terus mengalami goncangan harga. Goncangan terberat yang menjauhkan inflasi dari tingkat inertial adalah tarikan permintaan dan dorongan biaya. Inflasi tarikan permintaan berasal dari pengeluaran yang berlebihan untuk belanja barang, menyebabkan kurva permintaan keseluruhan bergeser ke kanan atas. Upah dan harga kemudian naik di pasaran. Inflasi dorongan biaya adalah fenomena baru pada perekonomian industri modern dan terjadi ketika biaya produksi naik walau pada masa tingginya pengangguran dan kapasitas tidak terpakai.
Kurva Phillips menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva jangka Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU, inflasi akan cenderung naik.
Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko kenaikan inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumber daya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Phillips jangka panjang adalah vertikal (Samuelson dan Nordhaus,2004:407

F.     KEBIJAKAN EKONOMI
(Vibiznews – Economy) - Perubahan drastis pun terjadi dalam khazanah ilmu ekonomi. Para ekonom kini menyepakati bahwa perekonomian tidak mungkin lagi terbebas sama sekali dari inflasi maupun pengangguran. Perekonomian didefinisikan ulang sebagai bisa disebut dalam kondisi ekulibrium sekali pun ada disekuilibrium di pasar tenaga kerja (excess supply of labor) karena angka pengangguran (excess supply of labor) di bawah 5.5% (atau berapa pun yang disepakati sebagai NAIRU) disebut alamiah.
Diskusi dipandang ilmiah bila membahas trade-offs: more employment & less inflation atau sebaliknya. Pilihan serba pahit ini (unpalatable policy options) diberi predikat hukum alam yang kekal atau the immutable natural law, laksana hukum di ilmu fisika. Kita harus mentoleransi salah satu bencana atau mengalami keduanya: pengangguran dan inflasi. Para pembuat kebijakan bertugas untuk mempertahankan pilihan yang buruk (inflasi ATAU pengangguran) dibandingkan dengan yang lebih buruk: inflasi DAN pengangguran. Ini merupakan pilihan the bad against the worst, sebuah ironi yang kerap luput dari pengamatan awam yang ingin disebut terpelajar.
1.      The-Bad-Against-The-Worst Policy
Dalam konsep pilihan serba salah ini, para pembuat keputusan memiliki ruang untuk mengutak-atik kebijakan (fine-tune), bila perekonomian terlalu panas atau terlalu dingin. Perekonomian yang bertumbuh terlalu cepat (di atas trend normalnya) akan kepanasan (too hot) yang dicirikan oleh meningkatnya inflasi. Perekonomian yang bertumbuh terlalu lambat (di bawah trend normal-nya) akan kedinginan (too cold) sehingga berakibat meningkatnya pengangguran.
Dalam kubu ini, para pembuat kebijakan punya keleluasaan untuk mengembalikan perekonomian ke suhu yang pas (tidak kepanasan maupun kedinginan) yang mashur dikenal sebagai the goldilocks economy. Kubu ini mengembangkan pelbagai model ekonometrika (menggabungkan matematika dengan statistika) yang canggih dan mutakhir untuk merekayasa perekonomian dengan melakukan fine-tuning untuk menyetel suhu perekonomian.
2.      Kontroversi Ideologi
Konsep trade-off ini rontok di era tahun 1970-an tatkala kurva Phillips menggambarkan meningkatnya pengangguran tatkala inflasi meningkat. Para akademisi geger dan saling sanggah dan saling menyalahkan. Kubu Monetarist menyalahkan para Keynesians yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya inflasi. Mereka kurang memedulikan nasib para penganggur yang dianggapnya sebagai konsekuensi hukum alam untuk mencapai tingkat harga yang stabil.
Kubu Keynesian, yang biasanya duduk di pemerintahan, sangat memedulikan pengangguran dan percaya bahwa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi para penganggur. Inflasi dipandangnya sebagai konsekuensi wajar dalam konteks trade-off ini.
Pertentangan kedua kubu ini masih berlangsung sengit tanpa berkesudahan hingga kini dan menjadi pertentangan ideologis. Muncul ekonom-ekonom muda dari kedua mazhab dengan pemikiran yang lebih radikal dan lebih susah dikunyah dengan logika awam. Kubu Keynesian diwakili oleh Neo Keynesians, sementara kubu Monetarist dimotori oleh mazhab rational expectations yang asumsi-asumsi-nya lebih aduhai alotnya untuk ditelan, bahkan oleh para pemrakarsanya sendiri di Chicago, AS.
3.      Tanggung Jawab Para Ekonom
Sementara para akademisi sibuk bertengkar, perekonomian global tengah mempersiapkan atraksi stagflasi untuk menyudahi perdebatan antar-ekonom. Ancaman stagnasi global mulai nampak dengan redupnya perekonomian AS. Pada saat bersamaan, harga minyak per barrel terus merambat naik ke arah $100. Gerakan ini akan mendongkrak harga-harga barang dan jasa ke atas. Ancaman inflasi datang berbarengan dengan ancaman stagnasi, memunculkan kecemasan akan stagflasi global.
Alih-alih meredam salah satu bencana –inflasi atau pengangguran--, kedua masalah ini muncul berpadu, menambah nestapi kehidupan. Para ekonom turut bertanggung jawab dan tidak bisa cuci tangan. Tugas mereka adalah mengenyahkan pengangguran dan inflasi, bukan mentoleransi salah satunya dengan argumentasi untuk memilih the bad against the worst. Kini kedua penyakit ini akan segera tampil bersama tanpa memedulikan teori para ekonom yang mungkin perlu direvisi total.



BAB III
PENUTUP

1.      NAIRU (nonaccelerating inflation rate of unemployment) merpakan singkatan percepatan laju inflasi non pengangguran, itu adalah tingkat optimal pengangguran dan inflasi di bawah tingkat pengangguran yang jika perekonomian turun di bawah tingkat yang ditetapkan ini perekonomian mengalami tekanan inflasi. Hal ini berasal dari mengamati korelasi perubahan indeks harga konsumen dan tingkat pengangguran dalam perekonomian,
2.      Stagflasi, dalam makroekonomi, adalah periode ketika inflasi dan konstraksi (yaitu, menurunnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran, yang sering terjadi pada masa resesi) terjadi secara bersamaan.
3.      Tujuan utama dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah pengangguran. Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja.
4.      Teori inflasi modern berpijak pada konsep NAIRU, yaitu tingkat pengangguran terendah yang dapat dinikmati tanpa resiko inflasi. Hal ini mewakili tingkat pengangguran dari sumberdaya dimana pekerja dan produk pasar berada dalam keadaan keseimbangan inflasi. Berdasarkan teori NAIRU, tidak ada pertukaran permanen antara pengangguran dan inflasi, dan kurva Philips jangka panjang adalah vertikal.
5.      Kurva Phillips menunjukkan hubungan antara inflasi dengan pengangguran. Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva jangka Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU, inflasi akan cenderung naik.







DAFTAR PUSTAKA
http://www.steve-susanto.com
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran).
Gartner M. (2003) Makroekonomi, penerbit Prentice-Hall, London

No comments:

Post a Comment